Kamis, 20 Juni 2013

Ironi Proyek Drainase Geri



Pekerjaan proyek drainese Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Satuan Kerja Pengembangan Kinerja, Pengelolaan Air Minum Sumbar yang berlokasi di Kampung Geri,   Adinegoro Dalam, Jalan Rahaka, Kelurahan Lubuk Buaya, Kecamatan Koto Tangah, diragukan pekerjaan. Soalnya, proyek menelan dana Rp7 M tersebut, beton tahu dan letter  yang dibuat dilokasi pekerjaan diragukan mutunya,. Terbukti sudah banyak yang pecah. Kok bisa?

PADANG, INVESTIGASI_Tahun lalu, proyek Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jemderal Satuan Kerja Pengembangan Kinerja, Pengelolaan Air Minum Sumbar, bermasalah di Balai Baru, Kecamatan Kuranji Padang, sekarang terjadi lagi di Kampung Geri Adinegoro Dalam, Jalan Rahaka, Kelurahan Lubuk Buaya, Kecamatan Koto Tangah Padang
            Meski, berbeda modus yang dimainkan, namun prakteknya sama-sama merugikan keuangan negara, sebab pekerjaan yang dilakukan ditenggarai melabrak kontrak kerja. Khusus untuk pekerjaan tahun 2013 ini, pekerjaan drainase  di Kampung Geri  Adinegoro Dalam, Jalan Rahaka, Kelurahan Lubuk Buaya, Kecamatan Koto Tangah, beton tahu (untuk dinding) dan dinding letter L (untuk lantai dasar) yang digunakan dibuat dilokasi pekerjaan diragukan kekuatannya. Soalnya, beton dengan mutu K 225 itu, sudah banyak yang pecah dan hancur.
Parahnya, warmes (tulang besi untuk beton) beton yang hancur tersebut masih digunakan untuk membuat beton baru, sehingga kekuatan beton menggunakan warmes bekas beton hancur tersebut diragukan. Penyimpangan lain, umur beton 21 hari sebelum beton tahu dan letter L dipasang, diragukan.
Ini terbukti dari jumlah cetakan beton tahu maupun beton letter L, tak sebanding dengan jumlah beton yang dikerjakan. Artinya, banyaknya cetakan beton dan jumlah beton yang selesai dikerjakan, membuktikan umur beton 21 hari, dipertanyakan.
Wajar saja, beton banyak hancur dan berserakan dilokasi pekerjaan, disebabkan  umur beton belum tercapai. Ini juga terlihat dari beton tahu dan letter L yang sudah dipasang pecah,  langsung ditutupi plasteran.
Penyebab hancurnya beton tahu dan L tersebut, juga disebabkan adukan semen untuk pekerjaan beton tersebut, tak sesuai dengan takaran. Pasalnya, saat pembuatan beton tersebut, dilokasi pekerjaan tak ditemukan kotak takaran. Malah, pekerja memasukkan semen, pasir dankoral kedalam molen menggunakan skop tanpa adanya takaran yang jelas. Faktanya, terlihat dari hancurnya beton tersebut tak ada daya perekat sama sekali.
            Ironi pekerjaan proyek drainase Geri ini, juga terlihat pada pemasangan beton letter L tanpa lantai dasar sedalam 10 Cm sesuai dengan kontrak kerja, Ini terlihat dilokasi pekerjaan beton letter L buatan tersebut, hanya diletakkan didasar kali  yang dibersihkan, kedalaman galian diragukan dan lantai kerja tak ada sama sekali.
Wajar saja, , proyek yang dikerjakan PT. Rajawali Balam Agung dan kontraktor pengawas CV. Multi Mitra Serasi ini, menuai tanggapan beragam dari berbagai kalangan. Soalnya, indikasi mark-up pekerjaan sangat kentara sekali. Dan, diperkirakan pekerjaan proyek ini tak akan bertahan lama. Soalnya, beban beton tahu dan letter L yang sangat berat, tanpa adanya lantai kerja sedalam 10 cm, diperkirakan akan mudah terban.
            Inipun diakui Krismanto, Koordinator Investigasi LSM Harimau Kuranji Anti Korupsi (Harkak) yang ikut kelokasi pekerjaan bersama media ini. Katanya, pekerjaan proyek drainase Kampung Geri Adinegoro Dalam, Jalan Rahaka, Kelurahan Lubuk Buaya, Kecamatan Koto Tangah Padang, sarat mark-up dan pengurangan volume.
            Baik, pembuatan beton tahu dan letter L yang diragukan mutu betonnya K225. Apa yang dikatakan Krismanto, bukan tanpa alasan, sebab dari beberapa beton yang hancur, terlihat tak ada perekat dan koral gampang mengelupas. Ini membuktikan semen, pasir dank oral untuk pekerjaan beton tersebut diragukan, apalagi tanpa adanya kotak takaran. Termasuk juga, umur beton 21 hari diragukan, terlihat dari banyaknya cetakan dan jumlah beton tahu serta letter L dilapangan.” Wajar saja, banyak beton yang hancur,” ungkapnya.
            Krismanto juga meragukan lantai dasar sedalam 10 Cm. Telusurannya dan informasi dari masyarakat setempat, pekerjaan beton letter hanya diatas tanah galian tanpa adanya coran sebelum pemasangan beton letter L.” Ini juga terbukti dari debit air yang ada dilokasi pekerjan yang sangat tinggi dan tidak dikeringkan.  Gimana mau mengerjakan coran, sementara debit air sangat tinggi,” kata Krismanto lagi.
Perbuatan Korupsi
Dugaan mark-up pekerjaan drainase di Kampung Geri Adinegoro Dalam, Jalan Rahaka, Kelurahan Lubuk Buaya, Kecamatan Koto Tangah Padang, juga disesali Boy Roy Indra, SH, praktisi hukum. Bahkan, katanya pekerjaan curang tersebut, sarat korupsi. Ini terlihat dari rumusan korupsi Pasal 7 ayat (1) huruf b UU No. 20 Tahun 2011, berasal dari Pasal 387 ayat (2) KUHP yang dirujuk dalam Pasal 1 ayat (1) huruf c UU No.3 Tahun 1971 dan Pasal 7 UU No. 31 Tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi yang kemudian dirumuskan ulang pada UU No. 20 Tahun 2001 yang menyebutkan pengawas proyek membiarkan perbuatan curang adalah korupsi.
            Ini dapat disimpulkan, suatu perbuatan korupsi menurut pasal ini, memenuhi unsure, pengawas bangunan atau pengawas penyerahan bahan bangunan, membiarkan dilakukannya perbuatan curang pada waktu membuat  bangunan atau menyerahkan bangunan, dilakukan dengan sengaja, sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 ayat (1) huruf.
            Hukuman yang diberikan kepada pengawas yang membiarkan perbuatan curang tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp100.000.000 (Seratus Juta Rupiah) dan paling banyak Rp350.000.000 (Tiga Ratus Lima Puluh Juta Rupiah), huruf b menyebutkan setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
            Begitu juga pemborong yang melakukan perbuatan curang juga terlibat korupsi. Ini juga  terlihat dari rumusan korupsi Pasal 7 ayat (1) huruf b UU No. 20 Tahun 2011, berasal dari Pasal 387 ayat (2) KUHP yang dirujuk dalam Pasal 1 ayat (1) huruf c UU No.3 Tahun 1971 dan Pasal 7 UU No. 31 Tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi yang kemudian dirumuskan ulang pada UU No. 20 Tahun 2001 yang menyebutkan kontraktor melakukan perbuatan urang adalah korupsi.
            Unsur yang dipenuhi dalam Pasal ini, pemborong, ahli bangunan atau penjual bahan bangunan, melakukan perbuatan curang, pada waktu membuat bangunan atau menyerahkan bangunan, melakukan perbuatan curang, pada waktu menyerahkan bahan bangunan yang dapat membahayakan keamanan orang atau keamanan barang atau keselamaatan Negara dalam keadaan perang.
            Hukuman yang diberikan dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp100.000.000 (Seratus Juta Rupiah) dan paling banyak Rp350.000.000 (Tiga Ratus Lima Puluh Juta Rupiah), huruf b menyebutkan setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf a.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar