Pekerjaan proyek drainese Departemen Pekerjaan Umum,
Direktorat Jenderal
Satuan Kerja Pengembangan Kinerja, Pengelolaan Air Minum Sumbar yang berlokasi
di Kampung Geri, Adinegoro Dalam, Jalan
Rahaka, Kelurahan Lubuk Buaya, Kecamatan Koto Tangah, diragukan pekerjaan. Soalnya,
proyek menelan dana Rp7 M tersebut, beton tahu dan letter yang dibuat dilokasi pekerjaan diragukan
mutunya,. Terbukti sudah banyak
yang pecah. Kok bisa?
PADANG, INVESTIGASI_Tahun
lalu, proyek Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jemderal Satuan Kerja
Pengembangan Kinerja, Pengelolaan Air Minum Sumbar, bermasalah di Balai Baru,
Kecamatan Kuranji Padang, sekarang terjadi lagi di Kampung Geri Adinegoro
Dalam, Jalan Rahaka, Kelurahan Lubuk Buaya, Kecamatan Koto Tangah Padang
Meski, berbeda modus yang dimainkan,
namun prakteknya sama-sama merugikan keuangan negara, sebab pekerjaan yang
dilakukan ditenggarai melabrak kontrak kerja. Khusus untuk pekerjaan tahun 2013
ini, pekerjaan drainase di Kampung Geri Adinegoro Dalam, Jalan Rahaka, Kelurahan Lubuk
Buaya, Kecamatan Koto Tangah, beton tahu (untuk dinding) dan dinding letter L
(untuk lantai dasar) yang digunakan dibuat dilokasi pekerjaan diragukan
kekuatannya. Soalnya, beton dengan mutu K 225 itu, sudah banyak yang pecah dan
hancur.
Parahnya,
warmes (tulang besi untuk beton) beton yang hancur tersebut masih digunakan
untuk membuat beton baru, sehingga kekuatan beton menggunakan warmes bekas
beton hancur tersebut diragukan. Penyimpangan lain, umur beton 21 hari sebelum
beton tahu dan letter L dipasang, diragukan.
Ini
terbukti dari jumlah cetakan beton tahu maupun beton letter L, tak sebanding
dengan jumlah beton yang dikerjakan. Artinya, banyaknya cetakan beton dan
jumlah beton yang selesai dikerjakan, membuktikan umur beton 21 hari,
dipertanyakan.
Wajar
saja, beton banyak hancur dan berserakan dilokasi pekerjaan, disebabkan umur beton belum tercapai. Ini juga terlihat
dari beton tahu dan letter L yang sudah dipasang pecah, langsung ditutupi plasteran.
Penyebab
hancurnya beton tahu dan L tersebut, juga disebabkan adukan semen untuk
pekerjaan beton tersebut, tak sesuai dengan takaran. Pasalnya, saat pembuatan
beton tersebut, dilokasi pekerjaan tak ditemukan kotak takaran. Malah, pekerja
memasukkan semen, pasir dankoral kedalam molen menggunakan skop tanpa adanya
takaran yang jelas. Faktanya, terlihat dari hancurnya beton tersebut tak ada
daya perekat sama sekali.
Ironi pekerjaan proyek drainase Geri
ini, juga terlihat pada pemasangan beton letter L tanpa lantai dasar sedalam 10
Cm sesuai dengan kontrak kerja, Ini terlihat dilokasi pekerjaan beton letter L buatan
tersebut, hanya diletakkan didasar kali yang
dibersihkan, kedalaman galian diragukan dan lantai kerja tak ada sama sekali.
Wajar
saja, , proyek yang dikerjakan PT. Rajawali Balam Agung dan kontraktor pengawas
CV. Multi Mitra Serasi ini, menuai tanggapan beragam dari berbagai kalangan.
Soalnya, indikasi mark-up pekerjaan sangat kentara sekali. Dan, diperkirakan
pekerjaan proyek ini tak akan bertahan lama. Soalnya, beban beton tahu dan
letter L yang sangat berat, tanpa adanya lantai kerja sedalam 10 cm,
diperkirakan akan mudah terban.
Inipun diakui Krismanto, Koordinator
Investigasi LSM Harimau Kuranji Anti Korupsi (Harkak) yang ikut kelokasi
pekerjaan bersama media ini. Katanya, pekerjaan proyek drainase Kampung Geri Adinegoro
Dalam, Jalan Rahaka, Kelurahan Lubuk Buaya, Kecamatan Koto Tangah Padang, sarat
mark-up dan pengurangan volume.
Baik, pembuatan beton tahu dan
letter L yang diragukan mutu betonnya K225. Apa yang dikatakan Krismanto, bukan
tanpa alasan, sebab dari beberapa beton yang hancur, terlihat tak ada perekat
dan koral gampang mengelupas. Ini membuktikan semen, pasir dank oral untuk
pekerjaan beton tersebut diragukan, apalagi tanpa adanya kotak takaran.
Termasuk juga, umur beton 21 hari diragukan, terlihat dari banyaknya cetakan
dan jumlah beton tahu serta letter L dilapangan.” Wajar saja, banyak beton yang
hancur,” ungkapnya.
Krismanto juga meragukan lantai
dasar sedalam 10 Cm. Telusurannya dan informasi dari masyarakat setempat,
pekerjaan beton letter hanya diatas tanah galian tanpa adanya coran sebelum pemasangan
beton letter L.” Ini juga terbukti dari debit air yang ada dilokasi pekerjan
yang sangat tinggi dan tidak dikeringkan.
Gimana mau mengerjakan coran, sementara debit air sangat tinggi,” kata
Krismanto lagi.
Perbuatan Korupsi
Dugaan mark-up
pekerjaan drainase di Kampung Geri Adinegoro Dalam, Jalan Rahaka, Kelurahan Lubuk
Buaya, Kecamatan Koto Tangah Padang, juga disesali Boy Roy Indra, SH, praktisi
hukum. Bahkan, katanya pekerjaan curang tersebut, sarat korupsi. Ini terlihat
dari rumusan korupsi Pasal 7 ayat (1) huruf b UU No. 20 Tahun 2011, berasal
dari Pasal 387 ayat (2) KUHP yang dirujuk dalam Pasal 1 ayat (1) huruf c UU
No.3 Tahun 1971 dan Pasal 7 UU No. 31 Tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi
yang kemudian dirumuskan ulang pada UU No. 20 Tahun 2001 yang menyebutkan
pengawas proyek membiarkan perbuatan curang adalah korupsi.
Ini dapat disimpulkan, suatu
perbuatan korupsi menurut pasal ini, memenuhi unsure, pengawas bangunan atau
pengawas penyerahan bahan bangunan, membiarkan dilakukannya perbuatan curang
pada waktu membuat bangunan atau
menyerahkan bangunan, dilakukan dengan sengaja, sebagaimana dimaksud pada Pasal
7 ayat (1) huruf.
Hukuman yang diberikan kepada
pengawas yang membiarkan perbuatan curang tersebut, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau
pidana denda paling sedikit Rp100.000.000 (Seratus Juta Rupiah) dan paling
banyak Rp350.000.000 (Tiga Ratus Lima Puluh Juta Rupiah), huruf b menyebutkan
setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan
bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf
a.
Begitu juga pemborong yang melakukan
perbuatan curang juga terlibat korupsi. Ini juga terlihat dari rumusan korupsi Pasal 7 ayat
(1) huruf b UU No. 20 Tahun 2011, berasal dari Pasal 387 ayat (2) KUHP yang
dirujuk dalam Pasal 1 ayat (1) huruf c UU No.3 Tahun 1971 dan Pasal 7 UU No. 31
Tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi yang kemudian dirumuskan ulang pada UU
No. 20 Tahun 2001 yang menyebutkan kontraktor melakukan perbuatan urang adalah
korupsi.
Unsur yang dipenuhi dalam Pasal ini,
pemborong, ahli bangunan atau penjual bahan bangunan, melakukan perbuatan
curang, pada waktu membuat bangunan atau menyerahkan bangunan, melakukan
perbuatan curang, pada waktu menyerahkan bahan bangunan yang dapat membahayakan
keamanan orang atau keamanan barang atau keselamaatan Negara dalam keadaan
perang.
Hukuman
yang diberikan dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan
paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp100.000.000
(Seratus Juta Rupiah) dan paling banyak Rp350.000.000 (Tiga Ratus Lima Puluh
Juta Rupiah), huruf b menyebutkan setiap orang yang bertugas mengawasi
pembangunan atau penyerahan bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang
sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar